Tugas Resensi Buku : Pedoman Penafsiran Alkitab



Tugas Resensi Buku : Pedoman Penafsiran Alkitab
          Menafsir adalah kegiatan yang biasa kita lakukan setiap dalam kehidupan kita setiap hari. ketika kita mendengar penyataan lisan dan tertulis dan kita berusaha untuk memahami sebenarnya kita telah melakukan proses penafsiran (eksegese). Istilah "eksegese" berasal dari bahasa Yunani "exegeomai" yang memiliki arti dasar ialah "membawa keluar" atau "mengeluarkan". Proses aksegese tersebut akan mengalami kendala ketika , pertama,  jarak komunikasi antara pembicara, pengarang. penyuting sebagai orang yang membuka komunikasi dengan orang yang menerima komunikasi yaitu, pendengar dan pembaca.  Kedua, mengenai muatan dan isi dan bentuk-bentuk ekspresi yang khusus. Ekspresii-ekspresi tersebut ditentukan oleh kedekatan antara penulis dan yang menerima tulisan.
          Berbicara penafsiran tentunya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pelaksanaan nya, pertama, sudut pandang orang ketiga. Sudut pandang orang ketiga adalah sudut sebagai orang asing dalam sebuah komunikasi, ia berasal dari luar kelompok atau penyelundup. Pada dasarnya para penafsir Alkitab adalah orang yang menggunakan sudut pandang orang ketiga karena penafsir tida terlibat langsung dalam komunikasi tersebut yang kemudian menimbulkan kesulitan dalam menemukan makna dan tujuan dari teks tersebut. Kedua, ketika bahasa yang digunakan dalam teks dan dokumen disusun dalam bahasa yang berbeda dari bahasa penafsir. Keterbatasan bahasa akan mempersulit dalam menemukan makna sebuah teks, kemudian solusi bagi para penafsir yang tidak memahami bahasa asli teks dengan menggunakan terjemahan, yang menimbulkan kerumitan tersendiri bagi penafsir, agar hasil tafsiran nya sesuai dengan teks aslinya. Ketiga, kesenjangan budaya. Teks yang dituliskan pada masa lampau sesuai dengan keadaan pada saat itu, sangat menyulitkan untuk penafsir ketika ia tidak memahami budaya yang berlaku pada saat itu. Keempat, kesenjangan sejarah. Hal ini merumitkan penafsir masa kini yang mencoba memahami teks yang berasal dari masa lampau. Hal ini menimbulkan kesenjagan antara penafsir dan teks yang hendak dipahami. Kelima, Dokumen atau teks tersebut bukan lah hasil dari satu orang penulis melainkan hasil dari perkembangan historis dan kolektif. Ini menyebakan kebingungan penafsir karena dengan demikian antar satu bagian dengan bagian yang lain terkadang tidak singkron. Keenam, teks-teks yang berbeda-beda dengan suber yang sama. Hal ini akan menimbulkan kebingungan dalam diri penafsir untuk memahami teks-teks dengan narasi yang berbeda-beda. Ketujuh, beberapa teks dipandang suci. Hal ini tentunya memberikan batasan bagi para penafsir untuk memahami teks tersebut. Karena ketika sebuah teks dianggap suci, maka seorang penafsir sangat berhati-hati dan takut dalam memahami teks tersebut. Ketujuh permasalah dan problematika dalam melaksakan penafsiran dokumen dan teks tentunya berlaku juga dalam penafsiran terhadap Alkitab.
          Proses penafsiran terhadap Alkitab telah terjadi sejak masa Yudaimes dan Kekristenan dan disebut sebagai sejarah dalam penafsiran Alkitab. Sejarah penafsiran Alkitab terbagi dalam tiga periode yaitu, pertama, pada periode permulaan dan Abad Pertengahan. Kedua, periode reformasi yang berpusat pada keilmuan Yahudi dan berakhir pada abad pertenghan dan Renaisans. Ketiga, periode modern. Dengan ciri-ciri untuk menemukan metode yang jelas dalam proses penafsiran..
          Dalam proses penafsiran Alkitab tentunya setiap teks memiliki empat arti yaitu, a) arti harafiah (atau arti yang sudah jelas atau yang historis), b) arti alegoris (secara rohani dan spiritual), c) arti tropologis (moral dan etis), d) arti anagonis (eskatologis dan samawi). Dalam eksegese Yahudi terdapat empat jenis penafsiran atas teks yaitu, a) peshat (arti yang sudah jelas dan langsung), b) remez (kiasan atau alegori), c) derash (yang homiletis), d) sod (yang rahasia/mistik).
          Pada abad-abad ke-15 dan ke-16 telah terjadi pergesaran dalam perspektif penafsiran dan eksegese Alkitab. Pergesaran tersebut didorong oleh para sarjana dari lingkungan keilmuan abad ke-12. Pergesaran dalam penafsiran terbagi dalam enam bagian, pertama, penafsiran bukan untuk mencari dan menemukan makna berangkap dalam teks-teks Alkitab. Namun pemahaman bahwa Alkitab merupakan kitab suci yang tetap diilhamkan oleh Allah tetap di pegang teguh. Kedua, penafsiran tradisional tidak lagi dianggap sebagai sebuah sarana terbaik dalam memahami sebuah teks. Dengan mencatan apa yang bapa-bapa gereja katakan dan orang-orang besar katakan mengenai suatu teks, yang menjadi suatu sarana untuk memahami teks pada abad pertengahan. Ketiga, terjemahan-terjemahan kedalam bahasa-bahasa umun mengakhiri kebiasaan para penafsir yang biasanya menggunakan bahasa asli dalam menafsirkan. Keempat, kebebasan yang diberikan oleh gerakan protesantisme dalam menafsirkan teks Alkitab, menimbulkan persoalan karena menimbulkan perbedaan dalam menafsirkan dan eksegese yang bermacam-macam terhadap teks Alkitab. Kelima, perkembangan ilmu filsafat dan sains memberikan dampak terhadapat pandangan masyarakat terhadap Alkitab, karena kewibawaan Alkitab tidak lagi dipandang sebagai sebuah buku atau teks tertinggi. Keenam, memandang Alkitab dari sudut pandang sejarah. Karena mereka menyakini bahwa masa lampau sebagai gambaran dan permulaan dari masa yang akan datang.
          Ilmu tafsir pada periode modern ini, berfokus kepada mempelajari dan memahami kitab-kitab yang terdapat dalam Alkitab. Ini berarti Alkitab tidak hanya dipahami untuk pemahaman keagamaan namun juga dari berbagai sudut pandang metodologi. Pemahaman terhadap Alkitab dari berbagai sudut pandang metodologis, bertujuan untuk lebih memahami mengenai warisan kebudayaan kuno.
          Dalam mempelajari teks-teks Alkitab, para penafsir tidak hanya berfokus pada pencarian makna saja. Kritik teks merupakan sebuh metode untuk menemukan susunan kalimat yang asli. Kritik teks muncul karena perkembangan dalam sastra yang menterjemahkan Alkitab kedalam berbagai macam bahasa, yang di prakarsai oleh lembaga-lembaga penerjemahan Alkitab. Dalam penerjemanah Alkitab tentunya banyak makna yang tidak dapat disapaikan secara utuh sehingga mengalami pengurangan, namun juga mengalami pertambahan yang sesuai dengan maksud dan tujuan makna dari teks asli. Tujuan dari kritik teks ada tiga yaitu, a) menentukan proses penerusan teks dan timbulnya bentuk-bentuk varian teks yang beragam, b) untuk menentukan susunan kata yang asli jika dinilai mungkin atau terjangkau, c) untuk menentukan bentuk dan susunan kata yang terbaik dari teks yang akan digunakan pembaca modern.
          Kritik historis dalam proses eksegese teks tentunya sebagai salah satu aspek yang harus di perhatikan. Sebuah teks atau tulisan tentunya tidak dapat dilepaskan dari unsur sejarah, ada dua kemungkinan teks tersebut berisis sejarah atau sejarah dibalik teks tersebut. Ketika teks tersebut membicarakan sebuah sejarah maka isi dari tersebut, suatu kejadian, peristiwa,gagasan pada masa lampau. Maka teks tersebut dapat diibaratkan menjadi sebuah jendela bagi penafsir untuk masuk dan melihat sejarah yang terjadi pada saat itu. Sebaliknya ketika berhadapan dangan teks yang tidak berbicara sebuah sejarah, maka dalam teks tersebut kita tidak akan meliha tulisan yang riwayat pada masa lampau dll.
          Kritik terhadap tata bahasa, mungkin banyak yang bertanya apakah perbedaan antara kritik teks dan kritik tata bahasa? kritik tata bahasa dimana seorang penafsir menganalisa dan mengamati sebuah teks dari bahasanya. Sedangkan kritik teks lebih menekankan kepada susunan kalimat yang digunakakan dalam teks tersebut. Kritik bahasa ini penting bukan karena bahasa sebagai pembawa makna dan alat komunikasi, namun agar bahasa tersebut disusun dari frasa-frasa dan kalimat-kalimat yang baik. Melalui kritik bahasa ini seorang penafsir kiranya dapat diharapkan mampu memasuki dunia penulis, pemikiran melalui bahasa teks. Untuk membantu para penafsir dalam memahami tata bahasa dalam Alkitab adalah, ensiklopedi-ensiklopedi Alkitab, leksikon-leksikon alkitabiah, konkordansi Alkitabiah.
          Kritik sastra, mengapa hal ini perlu dalam melakukan proses eksegese terhadap Alkitab, apakah Alkitab sebagai sebuah bentuk karya sastra? benar Alkitab adalah sebuah karya sastra. Hal ini lah yang menyebabkan mengapa kritik sastra timbul sebagai unsur yang harus diperhatikan oleh seorang penafsir. Kritik sastra merupakan sebuah aspek yang harus diperhatikan dalam menganalisa sumber dan dokumen dari teks-teks dan sumber Alkitabiah. Ketika kritik sastra ini berlangsung dengan baik maka, akan melahirkan juga kritik terhadap teks sumber. Kritik sastra berfokus dalam memperhatikan, struktur karangan dan karakter teks, teknik-teknik gaya bahasa, pemakaian gamba-gambar dan simbol, efek-efek dramatis dan estetis. Kritik sastra ini kemudian memiliki kaitan dengan kritik retorika. Retorika sebuah metode ynag digunakan dalam memberikan pandangan dan bertujuan meyakinkan para pendengar atau pembaca mengenai keabsahan hal tersebut. Kritik retorika ini bertujuan untuk menyakinkan para pembaca dan pendengar mengeni keabsahan teks tersebut, karena Alkitab merupakan sebuh karya sastra.
          Kritik bentuk, adalah sebuah ilmu yang melihat teks dengan memperhatikan komposisi sastra yang lebih luas di dalam nya. Kritik bentuk, yang biasa disebut sebagai analisis jenis. Pendekatan kritik teks atau analisis jenis ini meneliti mengenai isi dan fungsi unit yang khusus, dan untuk memastikan apakah teks tersebut sudah cukup jelas dan memiliki karakter khusus ketika ditafsirkan.
          Alkitab adalah sebuah karya sastra yang tersusun dari tradisi-tradisi. Suatu ilmu lahir yang disebut kritik tradisi, yang bertujuan untuk memperhatikan tradisi-tradisi yang masuk dalam Alkitab. Kritik tradisi memperhatikan bagaimana tradisi-tradisi tersebut dapat dipakai dan disesuaikan dengan perjalanan suatu sejarah dalam masyarakat.
Kritik redaksi harus diperhatikan dalam kegiatan penafsiran, fokus dari kritik redaksi memperhatikan proses penyuntingan dan bermuara pada apa yang menghasilkan tulisan dan teks tersebut, dan memperhatikan proses penyatuan teks-teks tersebut hingga proses terkristalisasinya dalam bentuk tulisan atau buku. Kritik teks sangat membutuhkan pandangan dari kritik bentuk dan kritik tradisi, karena teks-teks dalam Alkitab banyak terjadi pada masa pra-sejarah, Oleh sebab itu teks-tek tersebut dapat ditelusuri dan direkonstruksi dengan bantuan pandangan dari kritik bentuk dan kritik tradisi.
          Kritik struktur adalah kritik yang berbeda dari kritik-kritik yang lain, kritik yang dibahas pada bab-bab sebelumnya lebih membahas mengenai teks yang ada dalam Alkitab, Kritik struktural memiliki perbedaan dengan kritik sebelumnya, karena kritik struktural berfokus pada posisi penulis/pengarang dengan pembaca dan penafsir. Sehingga kritik ini memperhatikan kedaan penulis pembaca dan penafsir dalam memahami dan menuliskan teks-teks tersebut.
          Kanonik adalah sebuah kegiatan untuk merancang suatu kitab suci dalam sebuah Agama. Tulisan-tulisan yang dihasilkan dalam kanon akan dijadikan sebuah dasar yang mengatur kehidupan dan iman para pemeluk agama tersebut.  Sehingga Alkitab yang kita gunakan sebagai Kitab Suci dalam sinagoge dan gereja, karena Alkitab sudah di kanonik. Sehingga para penafsir adalah orang yang meyakini dan mepercayai bahwa tulisan-tulisan yang ada didalam alkitab adalah tulisan suci, oleh sebab itu lahir lah pendekatan kritis kanonik. Pendekatan kanonik ini bersifat sinkronis, dengan mengarahkan perhatian antara hubungan teks dengan pembacanya. kritik kanonik ini juga memiliki kaitan dengan kritik struktural dan redaksi, karna sama-sam membahas tulisan yang sudah kanonik (sudah bersifat final) dan membahas hubungan teks dan pembacanya.
          Melalui berbagai pendekatan kritis yang telas dibahas tersebut, merupakan sebagai pendukung untuk memahami teks dengan jelas. Dalam pelaksanaan proses penafsiran tersebut, tidak seluruhya pendekatan tersebut cocok digunakan pada seluruh teks. Tidak berbeda dengan proses penelitian alkitabiah banyak orang yang menganggap bahwa penelitian terhadap alkitab adalah penafsiran, itu salah. Pada dasarnya penafsiran atau eksegese adalah sebuah ilmu yang membantu kita untuk memahami teks-teks yang terdapat dalam Alkitab, sebagai bahan dalam menyampaikan khotbah. Bukan hanya itu melalui penafsiran kita juga mampu merekonstruksi kembali sejarah yang terdapat salam Alkitab.
Refleksi:
          Penafsiran adalah sesuatu yang telah biasa kita lakukan setiap harinya, terkaadang tanpa kita menyadarinya kita telah melakukan proses penafsiran. Namun dalam proses penafsirn Alkitab tidak ah sebudah menafsirkan kalimat lisan atau tertulis yang kita dengar sekarang. Terdapat beberapa kesulitan dalam menafirkan Alkitab yaitu, Alkitab dianggap suci, konteks sejarah yang berbeda, penafsir dari sudut orang ketiga dll. Buku ini mencoba memberikan pemahaman mengenai sulitnya menafsir Alkitab karena beberapa alasan yang telah disebut kan. Namun bukan berhenti sampai pada kesulitan dalam penafsiran Alkitab saja, buku ini kemudian memberikan solusi melalui tinjauan-tinjauan kritis dalam menafsir. Tinjauan kritis tersebut kiranya dapat membantu kita agar mampu memahami dan mendalami teks ketika kita menggunakan tinjauan-tinjauan kritis tersebut.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku : Paulus, Hidup, Karya dan Teologinya.

Tafsiran Matius 11:20-30